Jumat, 07 Maret 2014

Psikologi Ketrampilan Menulis



A.    Pengertian Keterampilan Menulis
Pada dasarnya, menulis itu bukan hanya berupa melahirkan pikiran atau perasaan saja, melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman hidup seseorang dalam bahasa tulis. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia menjelaskan bahwa kata menulis berasal dari kata tulis. Menulis adalah membuat huruf, angka , dan sebagainya dengan pena, pensil, cat, dan sebagainya melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat, dan sebagainya dengan tulisan. Selanjutnya menulis adalah menuangkan gagasan, pendapat, perasaan, keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan dan kemudian “mengirimkannya” kepada orang lain.
Selain itu, menulis juga merupakan suatu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai medianya. Wujudnya berupa tulisan yang terdiri atas rangkaian huruf yang bermakna dengan semua kelengkapannya, seperti ejaan dan tanda baca. Menulis juga suatu proses penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pen-dapat kepada pembaca dengan simbol-simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati bersama oleh penulis dan pembaca.
Menulis berarti menyampaikan pikiran, perasaan, atau pertimbangan melalui tulisan. Alatnya adalah bahasa yang terdiri atas kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Pikiran yang di-sampaikan kepada orang lain harus dinyatakan dengan kata yang mendukung makna secara tepat dan sesuai dengan apa yang ingin dinyatakan. Kata-kata itu harus disusun secara teratur dalam klausa dan kalimat agar orang dapat menangkap apa yang ingin disampaikan itu. Makin teratur bahasa yang digunakan, makin mudah orang menang-kap pikiran yang disalurkan melalui bahasa itu. Kemampuan menulis merupakan salah satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat produktif; artinya kemampuan menulis ini merupakan kemampuan yang menghasilkan; dalam hal ini menghasilkan tulisan. Menulis merupakan kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat kompleks. Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara teratur dan logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jelas, dengan menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah tulis-menulis dengan baik. (Darmiyati Zuchdi & Budiasih, 1999:62).
Kemudian menurut Tarigan (Haryadi & Zamzani 1996:77) menyatakan bahwa menulis adalah menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca lambang-lambang grafis tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan lambang grafis tersebut.
Sedangkan keterampilan menulis menurut Byrne (1979:3) (dalam St. Y. Slamet, 2008:140) menyatakan bahwa pada hakikatnya bukan sekadar kemampuan menulis simbol-simbol grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangakan buah pikiran kedalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil.
Faktor penting yang menyebabkan keberhasilan dalam menulis adalah aspek motivasi. Faktor motivasi pada akhirnya mendorong timbulnya rasa percaya diri yang tinggi terhadap pekerjaan tulis-menulis.” (Suyanto & Asep Jihad : 2009:3). Kemudian menurut St. Y. Slamet (2007:96) menyatakan bahwa penggunaan istilah menulis dan mengarang merupakan dua hal yang dianggap sama pengertiannya oleh sebagian ahli dan berbeda oleh sebagian ahli lainnya, maka sejalan dengan hal itu, tulisan sebagai hasil tulis menulis berpadanan dengan karangan sebagai hasil mengarang.
 Begitu juga dengan Imam Maliki (1999:71) “Mengarang merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan secara tak langsung dalam berkomunikasi dengan orang lain”, jadi hampir sama dengan pengertian menulis itu sendiri.
B.     Tingkat Kemampuan Menulis
Kemampuan menulis adalah kemampuan seseorang untuk menuangkan buah pikiran, ide, gagasan, dengan mempergunakan rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Kemampuan menulis seseorang akan menjadi baik apabila dia juga memiliki:
1.       Kemampuan untuk menemukan masalah yang akan ditulis.
2.       Kepekaan terhadap kondisi pembaca.
3.       Kemampuan menyusun perencanaan penelitian.
4.       Kemampuan menggunakan bahasa indonesia.
5.      Kemampuan memeriksa karangan sendiri.
Kemampuan tersebut akan berkembang apabila ditunjang dengan kegiatan membaca dan kekayaan kosakata yang dimilikinya. Suatu tulisan pada dasarnya terdiri atas dua hal. Pertama, isi suatu tulisan menyampaikan sesuatu yang ingin diungkapkan penulisnya. Kedua, bentuk yang merupakan unsur mekanik karangan seperti ejaan, pungtuasi, kata, kalimat, dan alenia, (1997:13). Sementara itu, WJS Poerwodarminto (1987:105) secara leksikal mengartikan bahwa menulis adalah melahirkan pikiran atau ide. Setiap tulisan harus mengandung makna sesuai dengan pikiran, perasaan, ide, dan emosi penulis yang disampaikan kepada pembaca untuk dipahami tepat seperti yang dimaksud penulis.
Menurut St. Y. Slamet (2007:96) menyatakan bahwa penggunaan istilah menulis dan mengarang merupakan dua hal yang dianggap sama pengertiannya oleh sebagian ahli dan berbeda oleh sebagian ahli lainnya, maka sejalan dengan hal itu, tulisan sebagai hasil tulis menulis berpadanan dengan karangan sebagai hasil mengarang. Begitu juga dengan Imam Maliki (1999:71) “Mengarang merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan secara tak langsung dalam berkomunikasi dengan orang lain”, jadi hampir sama dengan pengertian menulis itu sendiri. Ada beberapa hal yang perlu dalam memperkembangkan kecakapan mengarang supaya jelas dan tepat, sebagaimana yang dikemukakan A. Hakim (1971:7) yaitu sebagai berikut.
1.  Mengarang berarti menggunakan bahasa untuk menyatakan isi hati dan buah pikiran secara menarik yang mengena pembaca. Ide yang jelas dan tertentu mesti ada sebelum mengarang, agar jangan membuang-buang waktu dan bicara hilir mudik tanpa tujuan. 2.  Karangan yang bermutu selalu berpangkal tolak pada pemikiran yang tepat dan jelas. Hal ini akan tercermin antara lain dalam pemilihan kata-kata, dalam tatasusunan kalimat dan dalam outline gamblang dari seluruh uraian itu.
3. Keahlian mengarang lebih cepat diperoleh dengan memperbaiki tehnik mengarang daripada dengan mengoreksi kesalahan-kesalahan saja. Kesalahan akan hilang dengan sendirinya, jika pengarang belajar bersikap kritis terhadap buah tulisannya.
4.  Mempelajari tata bahasa akan mempertinggi kepandaian menggunakan bahasa. Maka berusahalah menguasai tata bahasa Indonesia, kalau ingin berhasil mengarang dalam bahasa Indonesia.
5.  Penggunaan kata-kata yang biasa merupakan dasar ungkapan dan karena itulah dasar bahasa. Maka kalau anda mau mengarang, pilihlah bahasa yang biasanya digunakan orang baik-baik, orang-orang terpelajar bukan bahasa pasaran.
6.  Mengarang adalah mengungkapkan sesuatu secara jujur, tanpa rasa emosionil yang belebih-lebihan, realistis dan tidak menghambur-hamburkan kata secara tak perlu. Pengungkapan mesti jelas dan teratur, sehingga meyakinkan para pembaca. Maka uraian harus mencerminkan, bahwa si pengarang sungguh-sungguh mengerti atau menghayati apa yang sedang diuraikannya itu.
Ada lima tingkatan kemampuan menulis yaitu :
1) Timbulnya pemahaman baca tulis (emergent literacy), anak mulai menyadari adanya kegiatan baca tulis, anak mulai menyenangi jika ada orang melakukan baca tulis.semula anak hanya memandangi tapi lama kelamaan ia akan mencoba menirukan .Anak mulai memegang pensil,kemudian mencoret –coret pada kertas atau media lain.Tulisan yang dihasilkan pada tahap ini memang belum bermakna,tetapi pada diri anak sudah timbul rasa menyenangi kegiatan tersebut>Supaya tahap ini dapat timbul pada diri anak maka diharapkan sebelum memulai melatih menulis anak dikenalkan pada berbagai bahan bacaan ataupun tulisan yang dapat memberikan gambaran awal pada proses penulisan
2)  Menulis permulaan (beginning writing). Kegiatan ini biasa disebut dengan hand writing, yaitu cara merealisasikan simbol-simbol bunyi dan cara menulisnya dengan baik. Tingkatan ini terkait dengan strategi atau cara mewujudkan simbol-simbol bunyi bahasa menjadi huruf- huruf yang dapat dikenali secara konkret.
3)   Pembinaan kelancaran menulis (building fluency).pada tahap ini symbol-simbol bunyi bahasa misalnya huruf-huruf yang telah dikenali secara konkret mulai dihubung-hubungkan lebih lanjut menjadi kesatuan yang lebih besar dan memiliki makna
4)   Menulis untuk kesenangan dan belajar (writing for pleasure /reading to learn), sudah timbul kesenangan pada diri anak akan perlunya menulis,pada tahap ini anak melakukan kegiatan menulis dengan tujuan –tujuan tertentu yang disengaja misalnya mencatat pelajaran, mencatat kegiatan dibuku harian, menulis surat untuk teman dan sebagainya. Pada tingkatan ini anak sudah dapat menikmati kegiatan menulisnya
5)   Menulis matang ( mature writing), pada tahap ini anak sudah mampu menuangkan dan mengekspresikan pikiran dan perasaannya melalui tulisan dengan baik ia telah mampu memilih kata dengan tepat,menyusun kalimat dengan runtut,dan mengembangkan paragraf dengan baik,tahap inilah yang memberikan kebebasan berekspresi pada anak untuk menghasilkan tulisan – tulisan kreatif yang sangat mencengangkan hasilnya
Dari kelima tingkatan menulis tersebut secara sederhana biasanya dikelompokan menjadi dua tingkatan yaitu menulis permulaan dan menulis lanjut
.
Selanjutnya menurut Rivers dalam Parera dan Tasai (1995:15) mengemukakan keterampilan menulis merupakan satu kebiasaan yang elegan dari para elite terdidik. Oleh karena itu, tujuannya tidak akan tercapai untuk tingkat sekolah me-nengah ke bawah. Keterampilan menulis menuntut penguasaan bahasa yang tinggi yang mungkin tidak dikuasai oleh semua orang. Untuk memenuhi keterampilan menulis yang baik jenjang menulis perlu diperhatikan. Belajar keterampilan menulis dilakukan secara berjenjang. Beberapa jenjang untuk keterampilan menulis menurut Parera dan Tasai (1995:15) adalah.
(1) Menyalin naskah dalam bahasa.
(2) Menuliskan kembali atau mereproduksi apa yang telah didengar dan dibaca.
(3) Melakukan kombinasi antara apa yang telah dihafal dan didengar dengan adaptasi kecil.
(4) Menulis terpimpin.
(5) Menyusun karangan atau komposisi dengan tema, judul, atau topik pilihan siswa sendiri.
Menulis merupakan suatu proses kreatif  yang banyak melibatkan cara berpikir divergen (menyebar) daripada konvergen (memusat) (Supriadi, 1997). Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak gagasan dalam menuliskannya. Kendatipun secara teknis ada kriteria-kriteria yang dapat diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada kepiawaian penulis dalam mengungkapkan gagasan. Banyak orang mempunyai ide-ide bagus di benaknya sebagai hasil dari pengamatan, penelitian, diskusi, atau membaca. Akan tetapi, begitu ide tersebut dilaporkan secara tertulis, laporan itu terasa amat kering, kurang menggigit, dan membosankan. Fokus tulisannya tidak jelas, gaya bahasa yang digunakan monoton, pilihan katanya (diksi) kurang tepat dan tidak mengena sasaran, serta variasi kata dan kalimatnya kering.
Sebagai proses kreatif yang berlangsung secara kognitif, penyusunan sebuah tulisan memuat empat tahap, yaitu: (1) tahap persiapan (prapenulisan), (2) tahap inkubasi, (3) tahap iluminasi, dan (4) tahap verifikasi/evaluasi. Keempat proses ini tidak selalu disadari oleh para pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Namun, jika dilacak lebih jauh lagi, hampir semua proses menulis (esai, opini/artikel, karya ilmiah, artistik, atau bahkan masalah politik sekali pun) melalui keempat tahap ini. Harap diingat, bahwa proses kreatif tidak identik dengan proses atau langkah-langkah mengembangkan laporan tetapi lebih banyak merupakan proses kognitif atau bernalar.
Pertama, tahap persiapan atau prapenulisan adalah ketika pembelajar menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus, mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati, dan lain-lain yang memperkaya masukan kognitifnya yang akan diproses selanjutnya.
Kedua, tahap inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang dimilikinya sedemikian rupa, sehingga mengantarkannya pada ditemukannya pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya. Proses inkubasi ini analog dengan ayam yang mengerami telurnya sampai telur menetas menjadi anak ayam. Proses ini seringkali terjadi secara tidak disadari, dan memang berlangsung dalam kawasan bawah sadar (subconscious) yang pada dasarnya melibatkan proses perluasan pikiran (expanding of the mind). Proses ini dapat berlangsung beberapa detik sampai bertahun-tahun. Biasanya, ketika seorang penulis melalui proses ini seakan-akan ia mengalami kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan. Oleh karena itu, tidak jarang seorang penulis yang tidak sabar mengalami frustrasi karena tidak menemukan pemecahan atas masalah yang dipikirkannya. Seakan-akan kita melupakan apa yang ada dalam benak kita. Kita berekreasi dengan anggota keluarga, melakukan pekerjaan lain, atau hanya duduk termenung. Kendatipun demikian, sesungguhnya di bawah sadar kita sedang mengalami proses pengeraman yang menanti saatnya untuk segera “menetas”.
Ketiga, tahap iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi atau insight, yaitu gagasan datang seakan-akan tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat ini, apa yang telah lama kita pikirkan menemukan pemecahan masalah atau jalan keluar. Iluminasi tidak mengenal tempat atau waktu. Ia bisa datang ketika kita duduk di kursi, sedang mengendarai mobil, sedang berbelanja di pasar atau di supermarket, sedang makan, sedang mandi, dan lain-lain.
Jika hal-hal itu terjadi, sebaiknya gagasan yang muncul dan amat dinantikan itu segera dicatat, jangan dibiarkan hilang kembali sebab momentum itu biasanya tidak berlangsung lama. Tentu saja untuk peristiwa tertentu, kita menuliskannya setelah selesai melakukan pekerjaan. Jangan sampai ketika kita sedang mandi, misalnya, kemudian keluar hanya untuk menuliskan gagasan. Agar gagasan tidak menguap begitu saja, seorang pembelajar menulis yang baik selalu menyediakan ballpoint atau pensil dan kertas di dekatnya, bahkan dalam tasnya ke mana pun ia pergi. Seringkali orang menganggap iluminasi ini sebagai ilham. Padahal, sesungguhnya ia telah lama atau pernah memikirkannya. Secara kognitif, apa yang dikatakan ilham tidak lebih dari proses berpikir kreatif. Ilham tidak datang dari kevakuman tetapi dari usaha dan ada masukan sebelumnya terhadap referensi kognitif seseorang.
Keempat, tahap terakhir yaitu verifikasi, apa yang dituliskan sebagai hasil dari tahap iluminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai dengan fokus tulisan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan, atau ada hal-hal yang perlu ditambahkan, dan lain-lain. Mungkin juga ada bagian yang mengandung hal-hal yang peka, sehingga perlu dipilih kata-kata atau kalimat yang lebih sesuai, tanpa menghilangkan esensinya. Jadi, pada tahap ini kita menguji dan menghadapkan apa yang kita tulis itu dengan realitas sosial, budaya, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
C.    Komponen dalam Ketrampilan Menulis
            Menulis bukan pekerjaan yang sulit melainkan juga tidak mudah. Untuk memulai menulis, setiap penulis tidak perlu menunggu menjadi seorang penulis yang terampil. Belajar teori menulis itu mudah, tetapi untuk mempraktikkannya tidak cukup sekali dua kali. Frekuensi latihan menulis akan menjadikan seseorang terampil dalam bidang tulis-menulis.
Sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam perbuatan menulis, yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, struktur kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya;
 (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan
(3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.
D.    Strategi Meningkatkan Ketrampilan Menulis
Dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis, guru perlu memperhatikan bahan ajar menulis dan metode pengajaran menulis.
1. Bahan ajar menulis :
Pengajaran menulis (permulaan) difokuskan pada penulisan huruf, penulisan kata, penggunaan kalimat sederhana, dan tanda baca (huruf kapital, titik, koma dan tanda tanya). Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa materi pelajaran menulis untuk pengajaran menulis meliputi :
- Penulisan huruf;
- Penulisan kata;
- Penggunaan kalimat sederhana;
   - Tanda baca (huruf kapital, titik, koma, dan tanda tanya).
2. Metode pengajaran menulis deskripsi
Menulis deskripsi dapat dilakukan dengan bantuan gambar dan dapat pula tanpa bantuan gambar.
   - Menulis deskripsi dengan bantuan gambar.
- Menulis deskripsi tanpa bantuan gambar.
Kegiatan ini biasa dilakukan dengan mengungkapkan hasil
I) Pengamatan objek terhadap lingkungan anak, dan
2) pengalaman yang pernah dilakukan.
Tidak ada waktu yang tidak tepat untuk memulai menulis. Artinya, kapan pun, di mana pun, dan dalam situasi yang bagaimana pun seorang penutur asing yang belajar di Indonesia dapat melakukannya. Ketakutan akan kegagalan bukanlah penyebab yang harus dipertahankan. Itulah salah satu kiat, teknik, dan strategi yang ditawarkan oleh David Nunan (1991: 86—90) dalam bukunya Language Teaching Methodology. Dia menawarkan suatu konsep pengembangan keterampilan menulis yang meliputi: (1) perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan, (2) menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai suatu produk, (3) struktur generik wacana tulis,  (4) perbedaan antara penulis terampil dan penulis yang tidak terampil, dan (5) penerapan keterampilan menulis dalam proses pembelajaran.
Pertama, perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan tampak pada fungsi dan karakteristik yang dimiliki oleh keduanya. Namun demikian, yang patut diperhatikan adalah keduanya harus memiliki fungsi komunikasi. Dari sudut pandang inilah dapat diketahui sejauh mana hubungan antara bahasa lisan dan bahasa tulis, sehingga dapat diaplikasikan dalam kegiatan komunikasi. Dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa tadi, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh dan lebih mendalam. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia kadang-kadang tidak terampil menggunakan bahasanya sendiri dibandingkan dengan orang asing yang belajar bahasa Indonesia. Hal ini merupakan suatu kelemahan yang tidak kita sadari.
Kedua, pandangan bahwa keterampilan menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai suatu produk. Pendekatan yang berorientasi pada proses lebih memfokuskan pada aktivitas belajar (proses menulis); sedangkan pendekatan yang berorientasi pada produk lebih memfokuskan pada hasil belajar menulis yaitu wujud tulisan.
Ketiga, struktur generik wacana dari masing-masing jenis karangan (tulisan) tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Hanya saja pada jenis karangan narasi menunjukkan struktur yang lengkap, yang meliputi orientasi, komplikasi, dan resolusi. Hal ini menjadi ciri khas jenis karangan/tulisan ini.
Keempat, untuk menambah wawasan tentang keterampilan menulis, setiap penulis perlu mengetahui penulis yang terampil dan penulis yang tidak terampil. Tujuannya adalah agar dapat mengikuti jalan pikiran (penalaran) dari keduanya. Kita dapat mengetahui kesulitan yang dialami penulis yang tidak terampil (baca: pemula, awal). Salah satu kesulitan yang dihadapinya adalah ia kurang mampu mengantisipasi masalah yang ada pada pembaca. Adapun penulis terampil, ia mampu mengatakan masalah tersebut atau masalah lainnya, yaitu masalah yang berkenaan dengan proses menulis itu sendiri.
Kelima, sekurang-kurangnya ada tiga proses menulis yang ditawarkan oleh David Nunan, yakni: (1) tahap prapenulisan, (2) tahap penulisan, dan (3) tahap perbaikan. Untuk menerapkan ketiga tahap menulis tersebut diperlukan keterampilan memadukan antara proses dan produk menulis.
Menulis pada dasarnya merupakan suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini seorang penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata. Keterampilan menulis digunakan untuk mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan, menginformasikan, dan mempengaruhi pembaca. Maksud dan tujuan seperti itu hanya dapat dicapai dengan baik oleh para pembelajar yang dapat menyusun dan merangkai jalan pikiran dan mengemukakannya secara tertulis dengan jelas, lancar, dan komunikatif. Kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi, pemakaian dan pemilihan kata, dan struktur kalimat (McCrimmon, 1967: 122).







BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Keterampilan menulis adalah kemampuan menuangakan buah pikiran kedalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil. Ada lima tingkatan kemampuan menulis yaitu :
1)   Timbulnya pemahaman baca tulis(emergent literacy).
2)  Menulis permulaan (beginning writing).
3)   Pembinaan kelancaran menulis (building fluency).
4)   Menulis untuk kesenangan dan belajar (writing for pleasure /reading to learn).
5)   Menulis matang ( mature writing).
Sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam perbuatan menulis, yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, struktur kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan (3) penguasaan tentang jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.
Konsep pengembangan keterampilan menulis yang meliputi: (1) perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan, (2) menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai suatu produk, (3) struktur generik wacana tulis,  (4) perbedaan antara penulis terampil dan penulis yang tidak terampil, dan (5) penerapan keterampilan menulis dalam proses pembelajaran.







DAFTAR PUSTAKA
Akhadiah, S., Maidar, G.A., dan Sakura, H.R. 1989. Pembinaan Kemampuan Menu-lis Bahasa Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Haryadi dan Zamzami. 1996. Peningkatan Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud-Dikti
Musaba, Z. 1994. Terampil Menulis dalam Bahasa Indonesia yang Benar. Banjarmasin: Sarjana Indonesia.
Suparno. 2002. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Depdiknas-UT
Nunan, David. (1991). Language Teaching Methodology. New York: Prentice Hall.
Tompkins, Gail E. (1990). Teaching Writing Balancing Process and Product. New York: Macmillan Publishing Company.
Zuchdi, Darmiyati. (1997). “Pembelajaran Menulis dengan Pendekatan Proses”, Karya Ilmiah disajikan dan dibahas pada Senat Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Yogyakarta tanggal 15 November 1996 (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: IKIP.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar