A.
Pengertian Keterampilan Menulis
Pada
dasarnya, menulis itu bukan hanya berupa melahirkan pikiran atau perasaan saja,
melainkan juga merupakan pengungkapan ide, pengetahuan, ilmu, dan pengalaman
hidup seseorang dalam bahasa tulis. Kamus Lengkap Bahasa
Indonesia menjelaskan bahwa kata menulis berasal dari kata tulis. Menulis
adalah membuat huruf, angka , dan sebagainya dengan pena, pensil, cat, dan
sebagainya melahirkan pikiran atau perasaan seperti mengarang, membuat surat,
dan sebagainya dengan tulisan. Selanjutnya menulis adalah menuangkan gagasan,
pendapat, perasaan, keinginan, dan kemauan, serta informasi ke dalam tulisan
dan kemudian “mengirimkannya” kepada orang lain.
Selain itu, menulis juga
merupakan suatu aktivitas komunikasi yang menggunakan bahasa sebagai medianya.
Wujudnya berupa tulisan yang terdiri atas rangkaian huruf yang bermakna dengan
semua kelengkapannya, seperti ejaan dan tanda baca. Menulis juga suatu proses
penyampaian gagasan, pesan, sikap, dan pen-dapat kepada pembaca dengan
simbol-simbol atau lambang bahasa yang dapat dilihat dan disepakati bersama
oleh penulis dan pembaca.
Menulis berarti menyampaikan
pikiran, perasaan, atau pertimbangan melalui tulisan. Alatnya adalah bahasa
yang terdiri atas kata, frasa, klausa, kalimat, paragraf, dan wacana. Pikiran
yang di-sampaikan kepada orang lain harus dinyatakan dengan kata yang mendukung
makna secara tepat dan sesuai dengan apa yang ingin dinyatakan. Kata-kata itu
harus disusun secara teratur dalam klausa dan kalimat agar orang dapat
menangkap apa yang ingin disampaikan itu. Makin teratur bahasa yang digunakan,
makin mudah orang menang-kap pikiran yang disalurkan melalui bahasa itu. Kemampuan menulis merupakan salah
satu jenis kemampuan berbahasa tulis yang bersifat produktif; artinya kemampuan
menulis ini merupakan kemampuan yang menghasilkan; dalam hal ini menghasilkan
tulisan. Menulis merupakan kegiatan yang memerlukan kemampuan yang bersifat
kompleks. Kemampuan yang diperlukan antara lain kemampuan berpikir secara
teratur dan logis, kemampuan mengungkapkan pikiran atau gagasan secara jelas,
dengan menggunakan bahasa yang efektif, dan kemampuan menerapkan kaidah
tulis-menulis dengan baik. (Darmiyati Zuchdi & Budiasih, 1999:62).
Kemudian
menurut Tarigan (Haryadi & Zamzani 1996:77) menyatakan bahwa menulis adalah
menurunkan atau melukiskan lambang-lambang grafis yang menggambarkan suatu
bahasa yang dipahami oleh seseorang sehingga orang lain dapat membaca
lambang-lambang grafis tersebut, kalau mereka memahami bahasa dan lambang
grafis tersebut.
Sedangkan
keterampilan menulis menurut Byrne (1979:3) (dalam St. Y. Slamet, 2008:140)
menyatakan bahwa pada hakikatnya bukan sekadar kemampuan menulis simbol-simbol
grafis sehingga berbentuk kata, dan kata-kata disusun menjadi kalimat menurut
peraturan tertentu, melainkan keterampilan menulis adalah kemampuan menuangakan
buah pikiran kedalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang dirangkai secara
utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat dikomunikasikan
kepada pembaca dengan berhasil.
Faktor
penting yang menyebabkan keberhasilan dalam menulis adalah aspek motivasi.
Faktor motivasi pada akhirnya mendorong timbulnya rasa percaya diri yang tinggi
terhadap pekerjaan tulis-menulis.” (Suyanto & Asep Jihad : 2009:3).
Kemudian menurut St. Y. Slamet (2007:96) menyatakan bahwa penggunaan istilah
menulis dan mengarang merupakan dua hal yang dianggap sama pengertiannya oleh
sebagian ahli dan berbeda oleh sebagian ahli lainnya, maka sejalan dengan hal
itu, tulisan sebagai hasil tulis menulis berpadanan dengan karangan sebagai
hasil mengarang.
Begitu juga dengan Imam Maliki (1999:71)
“Mengarang merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan secara tak
langsung dalam berkomunikasi dengan orang lain”, jadi hampir sama dengan
pengertian menulis itu sendiri.
B. Tingkat
Kemampuan Menulis
Kemampuan menulis adalah kemampuan
seseorang untuk menuangkan buah pikiran, ide, gagasan, dengan mempergunakan
rangkaian bahasa tulis yang baik dan benar. Kemampuan menulis seseorang akan
menjadi baik apabila dia juga memiliki:
1. Kemampuan untuk menemukan
masalah yang akan ditulis.
2. Kepekaan terhadap kondisi
pembaca.
3. Kemampuan
menyusun perencanaan penelitian.
4. Kemampuan menggunakan
bahasa indonesia.
5. Kemampuan
memeriksa karangan sendiri.
Kemampuan tersebut akan berkembang
apabila ditunjang dengan kegiatan membaca dan kekayaan kosakata yang
dimilikinya. Suatu tulisan
pada dasarnya terdiri atas dua hal. Pertama, isi suatu tulisan menyampaikan
sesuatu yang ingin diungkapkan penulisnya. Kedua, bentuk yang merupakan unsur
mekanik karangan seperti ejaan, pungtuasi, kata, kalimat, dan alenia,
(1997:13). Sementara itu, WJS Poerwodarminto (1987:105) secara leksikal
mengartikan bahwa menulis adalah melahirkan pikiran atau ide. Setiap tulisan
harus mengandung makna sesuai dengan pikiran, perasaan, ide, dan emosi penulis
yang disampaikan kepada pembaca untuk dipahami tepat seperti yang dimaksud penulis.
Menurut
St. Y. Slamet (2007:96) menyatakan bahwa penggunaan istilah menulis dan
mengarang merupakan dua hal yang dianggap sama pengertiannya oleh sebagian ahli
dan berbeda oleh sebagian ahli lainnya, maka sejalan dengan hal itu, tulisan
sebagai hasil tulis menulis berpadanan dengan karangan sebagai hasil mengarang. Begitu juga dengan Imam Maliki (1999:71) “Mengarang
merupakan keterampilan berbahasa yang dipergunakan secara tak langsung dalam
berkomunikasi dengan orang lain”, jadi hampir sama dengan pengertian menulis
itu sendiri. Ada beberapa hal yang perlu dalam memperkembangkan kecakapan
mengarang supaya jelas dan tepat, sebagaimana yang dikemukakan A. Hakim (1971:7)
yaitu sebagai berikut.
1. Mengarang berarti menggunakan
bahasa untuk menyatakan isi hati dan buah pikiran secara menarik yang mengena
pembaca. Ide yang jelas dan tertentu mesti ada sebelum mengarang, agar jangan
membuang-buang waktu dan bicara hilir mudik tanpa tujuan. 2. Karangan yang bermutu selalu
berpangkal tolak pada pemikiran yang tepat dan jelas. Hal ini akan tercermin
antara lain dalam pemilihan kata-kata, dalam tatasusunan kalimat dan dalam
outline gamblang dari seluruh uraian itu.
3. Keahlian mengarang lebih cepat diperoleh
dengan memperbaiki tehnik mengarang daripada dengan mengoreksi
kesalahan-kesalahan saja. Kesalahan akan hilang dengan sendirinya, jika
pengarang belajar bersikap kritis terhadap buah tulisannya.
4. Mempelajari tata bahasa akan
mempertinggi kepandaian menggunakan bahasa. Maka berusahalah menguasai tata
bahasa Indonesia, kalau ingin berhasil mengarang dalam bahasa Indonesia.
5. Penggunaan kata-kata yang biasa
merupakan dasar ungkapan dan karena itulah dasar bahasa. Maka kalau anda mau
mengarang, pilihlah bahasa yang biasanya digunakan orang baik-baik, orang-orang
terpelajar bukan bahasa pasaran.
6. Mengarang adalah mengungkapkan sesuatu secara
jujur, tanpa rasa emosionil yang belebih-lebihan, realistis dan tidak menghambur-hamburkan
kata secara tak perlu. Pengungkapan mesti jelas dan teratur, sehingga
meyakinkan para pembaca. Maka uraian harus mencerminkan, bahwa si pengarang
sungguh-sungguh mengerti atau menghayati apa yang sedang diuraikannya itu.
Ada lima
tingkatan kemampuan menulis yaitu :
1) Timbulnya pemahaman baca tulis (emergent
literacy), anak mulai menyadari adanya kegiatan baca tulis, anak mulai
menyenangi jika ada orang melakukan baca tulis.semula anak hanya memandangi
tapi lama kelamaan ia akan mencoba menirukan .Anak mulai memegang
pensil,kemudian mencoret –coret pada kertas atau media lain.Tulisan yang
dihasilkan pada tahap ini memang belum bermakna,tetapi pada diri anak sudah
timbul rasa menyenangi kegiatan tersebut>Supaya tahap ini dapat timbul pada
diri anak maka diharapkan sebelum memulai melatih menulis anak dikenalkan pada
berbagai bahan bacaan ataupun tulisan yang dapat memberikan gambaran awal pada
proses penulisan
2) Menulis permulaan (beginning writing). Kegiatan
ini biasa disebut dengan hand writing, yaitu cara merealisasikan simbol-simbol
bunyi dan cara menulisnya dengan baik. Tingkatan ini terkait dengan strategi
atau cara mewujudkan simbol-simbol bunyi bahasa menjadi huruf- huruf yang dapat
dikenali secara konkret.
3) Pembinaan
kelancaran menulis (building fluency).pada tahap ini symbol-simbol bunyi bahasa
misalnya huruf-huruf yang telah dikenali secara konkret mulai
dihubung-hubungkan lebih lanjut menjadi kesatuan yang lebih besar dan memiliki
makna
4) Menulis untuk
kesenangan dan belajar (writing for pleasure /reading to learn), sudah timbul
kesenangan pada diri anak akan perlunya menulis,pada tahap ini anak melakukan
kegiatan menulis dengan tujuan –tujuan tertentu yang disengaja misalnya
mencatat pelajaran, mencatat kegiatan dibuku harian, menulis surat untuk teman
dan sebagainya. Pada tingkatan ini anak sudah dapat menikmati kegiatan
menulisnya
5) Menulis matang ( mature writing), pada tahap ini
anak sudah mampu menuangkan dan mengekspresikan pikiran dan perasaannya melalui
tulisan dengan baik ia telah mampu memilih kata dengan tepat,menyusun kalimat
dengan runtut,dan mengembangkan paragraf dengan baik,tahap inilah yang
memberikan kebebasan berekspresi pada anak untuk menghasilkan tulisan – tulisan
kreatif yang sangat mencengangkan hasilnya
Dari kelima tingkatan menulis tersebut secara sederhana biasanya dikelompokan menjadi dua tingkatan yaitu menulis permulaan dan menulis lanjut.
Dari kelima tingkatan menulis tersebut secara sederhana biasanya dikelompokan menjadi dua tingkatan yaitu menulis permulaan dan menulis lanjut.
Selanjutnya
menurut Rivers dalam Parera dan Tasai (1995:15) mengemukakan keterampilan
menulis merupakan satu kebiasaan yang elegan dari para elite terdidik. Oleh
karena itu, tujuannya tidak akan tercapai untuk tingkat sekolah me-nengah ke
bawah. Keterampilan menulis menuntut penguasaan bahasa yang tinggi yang mungkin
tidak dikuasai oleh semua orang. Untuk memenuhi keterampilan menulis yang baik
jenjang menulis perlu diperhatikan. Belajar keterampilan menulis dilakukan
secara berjenjang. Beberapa jenjang untuk
keterampilan menulis menurut Parera dan Tasai (1995:15) adalah.
(1) Menyalin naskah dalam bahasa.
(2) Menuliskan kembali atau
mereproduksi apa yang telah didengar dan dibaca.
(3) Melakukan kombinasi antara apa
yang telah dihafal dan didengar dengan adaptasi kecil.
(4) Menulis terpimpin.
(5) Menyusun karangan atau
komposisi dengan tema, judul, atau topik pilihan siswa sendiri.
Menulis merupakan suatu proses
kreatif yang banyak melibatkan cara
berpikir divergen (menyebar) daripada
konvergen (memusat) (Supriadi, 1997).
Menulis tidak ubahnya dengan melukis. Penulis memiliki banyak gagasan dalam
menuliskannya. Kendatipun secara teknis ada kriteria-kriteria yang dapat
diikutinya, tetapi wujud yang akan dihasilkan itu sangat bergantung pada
kepiawaian penulis dalam mengungkapkan gagasan. Banyak orang mempunyai ide-ide
bagus di benaknya sebagai hasil dari pengamatan, penelitian, diskusi, atau
membaca. Akan tetapi, begitu ide tersebut dilaporkan secara tertulis, laporan
itu terasa amat kering, kurang menggigit, dan membosankan. Fokus tulisannya
tidak jelas, gaya bahasa yang digunakan monoton, pilihan katanya (diksi) kurang
tepat dan tidak mengena sasaran, serta variasi kata dan kalimatnya kering.
Sebagai proses kreatif yang
berlangsung secara kognitif, penyusunan sebuah tulisan memuat empat tahap,
yaitu: (1) tahap persiapan (prapenulisan), (2) tahap inkubasi, (3) tahap
iluminasi, dan (4) tahap verifikasi/evaluasi. Keempat proses ini tidak selalu
disadari oleh para pembelajar bahasa Indonesia sebagai bahasa asing. Namun,
jika dilacak lebih jauh lagi, hampir semua proses menulis (esai, opini/artikel,
karya ilmiah, artistik, atau bahkan masalah politik sekali pun) melalui keempat
tahap ini. Harap diingat, bahwa proses kreatif tidak identik dengan proses atau
langkah-langkah mengembangkan laporan tetapi lebih banyak merupakan proses
kognitif atau bernalar.
Pertama, tahap persiapan atau prapenulisan adalah ketika pembelajar
menyiapkan diri, mengumpulkan informasi, merumuskan masalah, menentukan fokus,
mengolah informasi, menarik tafsiran dan inferensi terhadap realitas yang
dihadapinya, berdiskusi, membaca, mengamati, dan lain-lain yang memperkaya
masukan kognitifnya yang akan diproses selanjutnya.
Kedua, tahap inkubasi adalah ketika pembelajar memproses informasi yang
dimilikinya sedemikian rupa, sehingga mengantarkannya pada ditemukannya
pemecahan masalah atau jalan keluar yang dicarinya. Proses inkubasi ini analog
dengan ayam yang mengerami telurnya sampai telur menetas menjadi anak ayam.
Proses ini seringkali terjadi secara tidak disadari, dan memang berlangsung
dalam kawasan bawah sadar (subconscious)
yang pada dasarnya melibatkan proses perluasan pikiran (expanding of the mind). Proses ini dapat berlangsung beberapa detik
sampai bertahun-tahun. Biasanya, ketika seorang penulis melalui proses ini
seakan-akan ia mengalami kebingungan dan tidak tahu apa yang harus dilakukan.
Oleh karena itu, tidak jarang seorang penulis yang tidak sabar mengalami
frustrasi karena tidak menemukan pemecahan atas masalah yang dipikirkannya.
Seakan-akan kita melupakan apa yang ada dalam benak kita. Kita berekreasi
dengan anggota keluarga, melakukan pekerjaan lain, atau hanya duduk termenung.
Kendatipun demikian, sesungguhnya di bawah sadar kita sedang mengalami proses
pengeraman yang menanti saatnya untuk segera “menetas”.
Ketiga, tahap iluminasi adalah ketika datangnya inspirasi atau insight, yaitu gagasan datang
seakan-akan tiba-tiba dan berloncatan dari pikiran kita. Pada saat ini, apa
yang telah lama kita pikirkan menemukan pemecahan masalah atau jalan keluar.
Iluminasi tidak mengenal tempat atau waktu. Ia bisa datang ketika kita duduk di
kursi, sedang mengendarai mobil, sedang berbelanja di pasar atau di
supermarket, sedang makan, sedang mandi, dan lain-lain.
Jika hal-hal itu terjadi, sebaiknya
gagasan yang muncul dan amat dinantikan itu segera dicatat, jangan dibiarkan
hilang kembali sebab momentum itu biasanya tidak berlangsung lama. Tentu saja
untuk peristiwa tertentu, kita menuliskannya setelah selesai melakukan
pekerjaan. Jangan sampai ketika kita sedang mandi, misalnya, kemudian keluar
hanya untuk menuliskan gagasan. Agar gagasan tidak menguap begitu saja, seorang
pembelajar menulis yang baik selalu menyediakan ballpoint atau pensil dan
kertas di dekatnya, bahkan dalam tasnya ke mana pun ia pergi. Seringkali orang menganggap
iluminasi ini sebagai ilham. Padahal, sesungguhnya ia telah lama atau pernah
memikirkannya. Secara kognitif, apa yang dikatakan ilham tidak lebih dari
proses berpikir kreatif. Ilham tidak datang dari kevakuman tetapi dari usaha
dan ada masukan sebelumnya terhadap referensi kognitif seseorang.
Keempat,
tahap terakhir yaitu verifikasi, apa yang dituliskan sebagai hasil
dari tahap iluminasi itu diperiksa kembali, diseleksi, dan disusun sesuai
dengan fokus tulisan. Mungkin ada bagian yang tidak perlu dituliskan, atau ada
hal-hal yang perlu ditambahkan, dan lain-lain. Mungkin juga ada bagian yang
mengandung hal-hal yang peka, sehingga perlu dipilih kata-kata atau kalimat
yang lebih sesuai, tanpa menghilangkan esensinya. Jadi, pada tahap ini kita
menguji dan menghadapkan apa yang kita tulis itu dengan realitas sosial,
budaya, dan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat.
C. Komponen
dalam Ketrampilan Menulis
Menulis bukan
pekerjaan yang sulit melainkan juga tidak mudah. Untuk memulai menulis, setiap
penulis tidak perlu menunggu menjadi seorang penulis yang terampil. Belajar
teori menulis itu mudah, tetapi untuk mempraktikkannya tidak cukup sekali dua
kali. Frekuensi latihan menulis akan menjadikan seseorang terampil dalam bidang
tulis-menulis.
Sekurang-kurangnya, ada tiga komponen yang tergabung dalam
perbuatan menulis, yaitu: (1) penguasaan
bahasa tulis, yang akan berfungsi sebagai media tulisan, meliputi:
kosakata, struktur kalimat, paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya;
(2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan
(3) penguasaan tentang
jenis-jenis tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan
menggunakan bahasa tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan,
seperti esai, artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.
D.
Strategi Meningkatkan Ketrampilan
Menulis
Dalam upaya meningkatkan kemampuan menulis, guru perlu memperhatikan bahan ajar menulis dan metode pengajaran menulis.
1. Bahan ajar menulis :
Pengajaran menulis (permulaan) difokuskan pada penulisan huruf,
penulisan kata, penggunaan kalimat sederhana, dan tanda baca (huruf kapital,
titik, koma dan tanda tanya). Dengan demikian dapat dikemukakan bahwa materi
pelajaran menulis untuk pengajaran menulis meliputi :
- Penulisan huruf;
- Penulisan kata;
- Penggunaan kalimat sederhana;
- Tanda baca (huruf kapital, titik, koma,
dan tanda tanya).
2. Metode pengajaran
menulis deskripsi
Menulis deskripsi dapat dilakukan dengan bantuan gambar dan dapat pula
tanpa bantuan gambar.
- Menulis deskripsi dengan bantuan gambar.
- Menulis deskripsi
tanpa bantuan gambar.
Kegiatan ini biasa dilakukan dengan mengungkapkan hasil
I) Pengamatan objek
terhadap lingkungan anak, dan
2) pengalaman yang pernah dilakukan.
Tidak ada waktu yang tidak tepat
untuk memulai menulis. Artinya, kapan pun, di mana pun, dan dalam situasi yang
bagaimana pun seorang penutur asing yang belajar di Indonesia dapat
melakukannya. Ketakutan akan kegagalan bukanlah penyebab yang harus
dipertahankan. Itulah salah satu kiat, teknik, dan strategi yang ditawarkan
oleh David Nunan (1991: 86—90) dalam bukunya Language Teaching Methodology. Dia menawarkan suatu konsep
pengembangan keterampilan menulis yang meliputi: (1) perbedaan antara bahasa
lisan dan bahasa tulisan, (2) menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai
suatu produk, (3) struktur generik wacana tulis, (4) perbedaan antara penulis terampil dan
penulis yang tidak terampil, dan (5) penerapan keterampilan menulis dalam
proses pembelajaran.
Pertama, perbedaan antara bahasa lisan dan bahasa tulisan tampak pada
fungsi dan karakteristik yang dimiliki oleh keduanya. Namun demikian, yang
patut diperhatikan adalah keduanya harus memiliki fungsi komunikasi. Dari sudut
pandang inilah dapat diketahui sejauh mana hubungan antara bahasa lisan dan
bahasa tulis, sehingga dapat diaplikasikan dalam kegiatan komunikasi. Dalam
berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah
bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada
bahasa tadi, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk
mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh dan lebih
mendalam. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia kadang-kadang
tidak terampil menggunakan bahasanya sendiri dibandingkan dengan orang asing
yang belajar bahasa Indonesia. Hal ini merupakan suatu kelemahan yang tidak
kita sadari.
Kedua,
pandangan bahwa keterampilan menulis sebagai suatu proses dan
menulis sebagai suatu produk. Pendekatan yang berorientasi pada proses lebih
memfokuskan pada aktivitas belajar (proses menulis); sedangkan pendekatan yang
berorientasi pada produk lebih memfokuskan pada hasil belajar menulis yaitu
wujud tulisan.
Ketiga, struktur generik wacana dari masing-masing jenis karangan
(tulisan) tidak menunjukkan perbedaan yang mencolok. Hanya saja pada jenis
karangan narasi menunjukkan struktur yang lengkap, yang meliputi orientasi,
komplikasi, dan resolusi. Hal ini menjadi ciri khas jenis karangan/tulisan ini.
Keempat, untuk menambah wawasan tentang keterampilan menulis, setiap
penulis perlu mengetahui penulis yang terampil dan penulis yang tidak terampil.
Tujuannya adalah agar dapat mengikuti jalan pikiran (penalaran) dari keduanya.
Kita dapat mengetahui kesulitan yang dialami penulis yang tidak terampil (baca:
pemula, awal). Salah satu kesulitan yang dihadapinya adalah ia kurang mampu
mengantisipasi masalah yang ada pada pembaca. Adapun penulis terampil, ia mampu
mengatakan masalah tersebut atau masalah lainnya, yaitu masalah yang berkenaan
dengan proses menulis itu sendiri.
Kelima, sekurang-kurangnya ada tiga proses menulis yang ditawarkan oleh
David Nunan, yakni: (1) tahap prapenulisan, (2) tahap penulisan, dan (3) tahap
perbaikan. Untuk menerapkan ketiga tahap menulis tersebut diperlukan
keterampilan memadukan antara proses dan produk menulis.
Menulis pada dasarnya merupakan
suatu kegiatan yang produktif dan ekspresif. Dalam kegiatan menulis ini seorang
penulis harus terampil memanfaatkan grafologi, struktur bahasa, dan kosakata.
Keterampilan menulis digunakan untuk mencatat, merekam, meyakinkan, melaporkan,
menginformasikan, dan mempengaruhi pembaca. Maksud dan tujuan seperti itu hanya
dapat dicapai dengan baik oleh para pembelajar yang dapat menyusun dan
merangkai jalan pikiran dan mengemukakannya secara tertulis dengan jelas,
lancar, dan komunikatif. Kejelasan ini bergantung pada pikiran, organisasi,
pemakaian dan pemilihan kata, dan struktur kalimat (McCrimmon, 1967: 122).
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Keterampilan menulis adalah kemampuan
menuangakan buah pikiran kedalam bahasa tulis melalui kalimat-kalimat yang
dirangkai secara utuh, lengkap, dan jelas sehingga buah pikiran tersebut dapat
dikomunikasikan kepada pembaca dengan berhasil. Ada lima tingkatan kemampuan menulis yaitu :
1) Timbulnya pemahaman baca tulis(emergent
literacy).
2)
Menulis permulaan (beginning writing).
3) Pembinaan
kelancaran menulis (building fluency).
4) Menulis untuk
kesenangan dan belajar (writing for pleasure /reading to learn).
5)
Menulis matang
( mature writing).
Sekurang-kurangnya,
ada tiga komponen yang tergabung dalam perbuatan menulis, yaitu: (1) penguasaan bahasa tulis, yang akan
berfungsi sebagai media tulisan, meliputi: kosakata, struktur kalimat,
paragraf, ejaan, pragmatik, dan sebagainya; (2) penguasaan isi karangan sesuai dengan topik yang akan ditulis; dan
(3) penguasaan tentang jenis-jenis
tulisan, yaitu bagaimana merangkai isi tulisan dengan menggunakan bahasa
tulis sehingga membentuk sebuah komposisi yang diinginkan, seperti esai,
artikel, cerita pendek, makalah, dan sebagainya.
Konsep
pengembangan keterampilan menulis yang meliputi: (1) perbedaan antara bahasa
lisan dan bahasa tulisan, (2) menulis sebagai suatu proses dan menulis sebagai
suatu produk, (3) struktur generik wacana tulis, (4) perbedaan antara penulis terampil dan
penulis yang tidak terampil, dan (5) penerapan keterampilan menulis dalam
proses pembelajaran.
DAFTAR
PUSTAKA
Akhadiah, S., Maidar, G.A., dan
Sakura, H.R. 1989. Pembinaan Kemampuan Menu-lis Bahasa
Indonesia. Jakarta: Erlangga.
Haryadi dan Zamzami. 1996. Peningkatan
Keterampilan Berbahasa Indonesia. Jakarta: Depdikbud-Dikti
Musaba, Z. 1994. Terampil Menulis
dalam Bahasa Indonesia yang Benar. Banjarmasin: Sarjana Indonesia.
Suparno.
2002. Keterampilan Dasar Menulis. Jakarta: Depdiknas-UT
Nunan, David. (1991). Language
Teaching Methodology. New York: Prentice Hall.
Tompkins, Gail
E. (1990). Teaching Writing Balancing
Process and Product. New York: Macmillan Publishing Company.
Zuchdi,
Darmiyati. (1997). “Pembelajaran Menulis dengan Pendekatan Proses”, Karya Ilmiah disajikan dan dibahas pada
Senat Fakultas Pendidikan Bahasa dan Seni IKIP Yogyakarta tanggal 15 November
1996 (tidak dipublikasikan). Yogyakarta: IKIP.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar