A.
Latar Belakang
Al-Qur’an
di zaman sekarang ini, sangatlah baik dan berguna untuk dikaji dan diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari. Baik itu dalam hal pendidikan, sosialitas, etos kerja,
pemerintahan maupun yang lainnya. Hal tersebut harus diterapkan karena realita
pendidikan pada zaman sekarang ini belum seperti yang kita harapkan. Banyak
anak-anak disekitar kita belum mampu sekolah, dimungkinkan karena kurang mampu
atau kebutuhan hidup yang semakin mahal atau karena sistem pemerintahan yang
salah. Dan dalam hal Agama masih banyak sekali dari kalangan masyarakat rendah
maupun tinggi yang meremehkan agama dan Al-Qur’an dan tidak faham apa yang
disampaikan di dalam ayat Al-Qur’an.
Makalah
ini mengkaji tentang memahami nilai-nilai al-qur’an dalam sistem pendidikan
islam. Point utama pembahasan ini adalah mencari upaya yang sungguh-sungguh
agar pendidikan islam menjadi prioritas utama bagi masyarakat dalam
mencerdaskan kehidupan bangsa. Pencerdasan akal pikiran dan sekaligus
pencerdasan Qolbu merupakan langkah yang sangat efektif dalam membangun bangsa,
yang saat ini memerlukan generasi-generasi yang memiliki kecerdasan intelektual
dan cerdas qolbunya. Kedua kecerdasan ini hanya akan diperoleh bilamana lembaga
pendidikan menggali dan menyelami nilai-nilai yang diajarkan al-Qur’an dan
membangun sumber daya manusia dengan cara mengaktualisasikan nilai-nilai
Qur’ani dalam sistem pendidikan islam.
B.
Rumusan masalah
1.
Bagaimanakah kedudukan Al-Qur’an sebagai sumber
nilai ?
2.
Apa sajakah ayat-ayat Al-Qur’an yang berkaitan
dengan pendidikan ?
3.
Bagaimanakah mengaktualisasikan nilai-nilai
al-Qur’an tentang pendidikan islam dalam dimensi spiritual, budaya maupun
kecerdasan ?
C.
Tujuan Makalah
1.
Memahami tentang kedudukan nilai-nilai
al-Qur-an dalam system pendidikan islam.
2.
Mengetahui ayat-ayat yang bersangkutan dengan
pendidikan sekaligus mampu mengaplikasikannya.
3.
Mampu mengaktualisasikan nilai-nilai al-Qur’an
dalam kehidupan sehari-hari baik dari segi spiritual, budaya maupun kecerdasan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Al-Qur’an
Sebagai Sumber Nilai
Di
antara fungsi al-Qur’an adalah sebagai petunjuk (huda), penerang jalan hidup
(bayyinat), pembeda antara yang benar dan yang salah (furqon), penyembuh penyakit
hati (syifa’), nasihat atau petuah (mau’izah) dan sumber informasi (bayan).
Sebagai sumber informasi, al-Qur’an mengajarkan banyak hal kepada manusia, dari
persoalan keyakinan, moral, prinsip-prinsip ibadah dan muamalah sampai
asas-asas ilmu pengetahuan. Mengenai ilmu pengetahuan, Al-Qur’an memberikan
wawasan dan motivasi kepada manusia untuk memperhatikan dan meneliti alam
sebagai manifestasi kekuasaan Allah. Al-Qur’an merupakan I’jaz ‘ilmi karena ia
menempatkan manusia di tengah etos ilmu dan membuka pintu-pintunya untuk
mengkaji ilmu pengetahuan.[1]
Al-Qur’an
tidak hanya sebagai petunjuk bagi suatu umat tertentu dan untuk periode waktu
tertentu, melainkan menjadi petunjuk yang universal dan sepanjang waktu.
Petunjuknya sangat luas meliputi segala aspek kehidupannya. Bukan saja
ilmu-ilmu keislaman yang digali secara langsung dari al-Qur’an, seperti ilmu
tafsir, fiqih, tauhid, akan tetapi al-Qur’an juga merupakan sumber ilmu
pengetahuan dan teknologi. Al-Qur’an adalah eksis bagi setiap zaman dan tempat.
Kekekalan al-Qur’an dapat dibuktikan dari adanya keselarasannya dengan masa.
Al-qur’an tidak berhenti pada kebenaran yang terbukti pada sains masa kini
saja. Kandungan ayat-ayat Al-Qur’an memiliki kekuatan yang kekal dan universal.[2]
سَنُرِيْهِمْ ايَاتِنَا فِى اْلافاقِ وَفِي اَنْفُسِهِمْ
حَتّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ اَنَّهُ الْحَقُ اَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ انَّهُ عَلَى
كُلِّ شَىْءٍ شَهِيْدٍ 53
Kami
akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk
dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu
adalah benar (Q.S fushilat 41. 53)
Adanya
keserasian sepanjang masa antara Al-Kitab dengan tingkat kecerdasan akal di
dunia ini merupakan karakteristik yang selaras dengan pengalaman empirik
manusia sepanjang sejarah. Karenanya, tidak mengherankan bila pada zaman
sekarang ini terdapat beraneka macam ilmu dari berbagai disiplin yang berbeda,
terus bertambah sejak ilmu alam pertama kali ditemukan. Kalau sekiranya
Einstein membaca Al-Qur’an, niscaya dia tidak akan menemukan pertentangan
dengan ilmu pengetahuan, bahkan sangat
mungkin di tengah percobaannya dia akan mendapatkan kebenaran bahwa pencipta
alam semesta ini adalah Dia yang menurunkan Al-Qur’an.
Bercermin
pada wahyu pertama kali turun kepada Rosululloh SAW yakni QS. Al-Alaq/ 96 1- 5 dengan kata “iqro”, adalah untuk
mencanangkan dan mendorong manusia agar mencari dan menggali ilmu pengetahuan.
Dalam ayat-ayat permulaan itu ada kata-kata
“qolam” yang berarti pena yang biasanya menjadi lambang ilmu pengetahuan. Dengan
demikian muncul berbagai ilmu pengetahuan dan teknologi melalui semangat dan
spirit Al-Qur’an. Makin banyak digali ayat-ayat Al-Qur’an itu, makin banyak
pula didapati isyarat tersebut. Hal itu karena al-Qur’an tidak akan
habis-habisnya walaupun ditulis dengan tinta lautan yang luas, bahkan ditambah
dengan tujuh lautan lagi. (Q.S. Luqman / 31 : 27).
Tuntunan
dan ajaran untuk mempelajari al-Qur’an dan menggali kandungannya serta
menyebarkan ajaran-ajaranya dalam praktek kehidupan masyarakat merupakan
tuntunan yang tak akan pernah habisnya. Menghadapi tantangan dunia modern yang
bersifat sekuler dan materialistis, umat islam dituntut untuk menunjukkan
bimbingan dan ajaran al-Qur’an yang mampu memenuhi kekosongan nilai moral
kemanusiaan dan spiritualitas, di samping membuktikan ajaran-ajaran al-Qur’an
yang bersifat rasional dan mendorong umat manusia untuk mewujudkan kemajuan dan
kemakmuran serta kesejahteraan.
Isyarat
Al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan dan kebenarannya sesuai dengan ilmu pengetahuan hanyalah salah satu
bukti kemu’jizatannya. Ajarannya al-Qur’an tentang ilmu pengetahuan tidak hanya
sebatas ilmu pengetahuan yang bersifat fisik, tetapi lebih dari itu ada hal-hal
nomena yang tak terjangkau oleh rasio manusia (Q.S. Arruum. 30:7). Dalam hal
ini, fungsi dan penerapan ilmu pengetahuan juga tidak hanya untuk kepentingan
ilmu dan kehidupan semata, tetapi lebih tinggi lagi untuk mengenal tanda-tanda,
hakikat wujud dan kebesaran Allah serta mengaitkannya dengan tujuan akhir,
yaitu pengabdian kepada-Nya ( Q.S.Al-baqoroh 2:164, Fushilat 41:53). Nilai-nilai
Qur’ani secara garis besar adalah nilai kebenaran dan nilai moral. Kedua nilai
Qur’ani ini akan memandu manusia dalam membina kehidupan dan penghidupannya.[3]
B.
Penjelasan Ayat-ayat Tentang Pendidikan
Ayat-ayat
tentang dengan pendidikan sekaligus tafsirannya diantaranya adalah :
1.
Surat al-Alaq : 1-5 :
إِقْرَأَبِاسْمِ رَبِّكَ الَّذي خلق، خلق الإنسان من علق، إقرأوربّك
الأكرم،الّذي علّم بالقلم،
علّم اللإنسان مالم يعلم،
Artinya : Bacalah dengan (menyebut) nama tuhanmu yang menciptakan,2. Dia telah menciptakan manusia
dari segumpal darah. 3. Bacalah, dan
tuhanmulah Yang Maha mulia, 4. Yang mengajar (manusia) dengan pena. 5. Dia
mengajarkan manusia apa yang tidak di ketahuinya.
Tafsir
: (1) Allah memerintahkan manusia membaca
(mempelajari , meneliti, dsb). Apa saja yang telah ia ciptakan , baik
ayat-ayatnya yang tersurat (qauliyah), yaitu Al-Qur’an, dan ayat-ayat-NYA yang
tersirat, maksudnya alam semesta (kauniyah). Membaca itu harus dengan nama-Nya,
artinya karena Dia dan mengharapkan pertolongan-Nya. Dengan
demikian, tujuan membaca dan mendalami ayat-ayat Allah itu adalah diperolehnya
hasil yang diridhoi-Nya, yaitu ilmu atau sesuatu yang bermanfaat bagi manusia.
(2) Allah menyebutkan bahwa di antara yang telah Ia ciptakan adalah
manusia, yang menunjukkan mulianya manusia itu dalam pandangan-Nya. Allah
menciptakan manusia itu dari ‘alaqah (zigot), yakni telur yang sudah terbuahi
sperma, yang sudah menempel di rahim ibu. Karena sudah menempel itu, maka zigot
dapat berkembang menjadi manusia. Dengan demikian, asal-usul manusia itu adalah
sesuatu yang tidak ada artinya, tetapi kemudian ia menjadi manusia yang
perkasa. Allah berfirman dalam surat Ar-Rum ayat:20, yang artinya: “Dan di
antara tanda-tanda (kebesaran)-Nya ialah Dia menciptakan kamu dari tanah,
kemudian tiba-tiba kamu (menjadi) manusia yang berkembang biak.
Asal-usulnya
itu juga labil, zigot itu bisa tidak menempel di rahim, atau bisa terlepas lagi
dari rahim itu, sehingga pembentukan manusia terhenti prosesnya. Oleh karena
itu, manusia seharusnya tidak sombong dan ingkar, tetapi bersyukur dan patuh
kepada-Nya, karena dengan kemahakuasaan dan karunia Allah-lah, ia bisa
tercipta. Allah berfirman menyesali manusia yang sombong dan ingkar itu:
(3) Allah
meminta manusia membaca lagi, yang mengandung arti bahwa membaca yang akan
membuahkan ilmu dan iman itu perlu dilakukan berkali-kali, maka manusia akan
menemukan bahwa Allah itu pemurah, yaitu bahwa Ia akan mencurahkan
pengetahuan-Nya kepadanya dan akan memperkokoh imannya.
(4-5)
Diantara bentuk kepemurahan Allah adalah Ia mengajari manusia mampu menggunakan
alat tulis. Mengajari di sini maksudnya memberi kemampuan menggunakannya.
Dengan menggunakan alat tulis itu, manusia bisa menuliskan temuannya sehingga
dapat dibaca oleh orang lain dan generasi berikutnya. Dengan di baca oleh orang
lain, maka ilmu itu dapat dikembangkan. Dengan demikian, manusia dapat
mengetahui apa yang sebelumnya belum diketahuinya, artinya ilmu itu akan terus
berkembang. Demikianlah besarnya fungsi baca-tulis.
2.
Surat
Luqman : 27 :
وَلَوْ اَنَّ
مَافِى اْلاَرْضِ مِنْ شَجَرَةِ اَقْلَامٌ وَالْبَحْرُ يَمُدُّهُ مِنْ بَعْدِهِ
سَبْعَةِ اَبْحُرٍمَّا نَفِدَتْ كَلِمَتُ اللهِ. اِنَّ اللهَ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ.
Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena
dan lautan (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh lautan (lagi) setelah
(kering)nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat-kalimat
Allah. Sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.
Ayat ini menerangkan tentang-keluasan ilmu
Allah. Hal ini diibaratkan bahwa seandainya seluruh pohon-pohon yang di muka
bumi dijadikan pena untuk untuk mencatat ilmu Allah itu, dan seluruh air laut
dijadikan tintanya, kemudian ditambah dengan tujuh kali sebanyak itu, maka
kalimat Allah itu belum juga habis tertulis.[4]
3.
Surat Arrum : 7 :
يَعْلَمُوْنَ
ظَاهِرًا مِنَ اْلحَيَوةِ الُّدنْيَا. وَهُمْ عَنِ اْلاَخِرَةِ هُمْ غَفِلُوْنَ.
Mereka mengetahui yang lahir (tampak) dari
kehidupan dunia, sedangkan terhadap (kehidupan) akhirat mereka lalai.
Dalam Tafsir Ibn Katsir bahwa Orang kafir itu
hanya mengetahui tentang dunia cara mendapat dunia namun urusan akhirat mereka
lalai. Sedangkan menurut Ibn Abbas. Mereka mengetahui urusan dunia namun tidak
mengetahui urusan agama. Sedangkan Ibnu Abbas mengatakan orang kafir
tidak mengetahui agama. Apabila dihubungkan dengan sekarang orang kafir
itu mengetahui tentang adanya akhirat namun mereka lalai karena diperdaya oleh
dunia sehingga mereka lalai akan akhirat. Oleh karna itu ayat ini memberikan
pelajaran untuk kita agar kita berhati-hati terhadap dunia dan menunjukkan
pentingnya sebuah pendidikan untuk mengetahui akhirat, seperti apa kehidupan
akhirat itu dan untuk apa kita hidup didunia ?, tentunya dengan pendidikan.
Sehubungan dengan hal itu, manusia yang percaya kepada adanya hari akhir dengan
perhitungan yang tepat dan kritis, sukar mencari titik temu dengan orang yang
hanya hidup untuk dunia ini saja. Antara satu dengan yang lain akan terdapat
perbedaan dalam menilai satu persoalan. Masing-masing mempunyai pertimbangan
dan kacamata sendiri dalam melihat benda-benda alam, situasi dan peristiwa yang
sedang dihadapi.
4.
Surat al-Baqoroh : 164 :
إِنَّ فِي خَلْقِ
السَّمَوتِ وَاْلاَرْضِ وَاخْتِلاَفِ الَّيْلِ وَالنَّهَارِ وَالْفُلْكِ الَّتِي تَجْرِي
فِي الْبَحْرِ بِمَا يَنْفَعُ النَّاسَ وَمَا اَنْزَلَ اللهُ مِنَ السَّمَآءِ مِنْ
مَآءٍ فَأَحْيَابِهِ اْلاَرْضَ بَعْدَ مَوْتِهَا وَبَثَّ فِيْهَا مِنْ كُلّ دَابَّةٍ.
وَتَصْرِيْفِ الرِّيَحِ وَالسَّحَابِ الْمُسَخَّرِبَيْنَ السَّمَاءِ وَاْلاَرْضِ
لَآيَتٍ لِقَوْمٍ يَعْقِلُوْنَ.
Artinya: “Sesungguhnya pada penciptaan langit
dan bumi, pergantian malam dan siang, kapal yang berlayar di laut dengan
(muatan) yang bermanfaat bagi manusia, apa yang diturunkan Allah dari langit
berupa air, lalu dengan itu dihidupkan-Nya bumi setelah mati (kering), dan Dia
tebarkan di dalamnya bermacacm-macam binatang, dan pekisaran angin dan awan
yang dikendalikan antara langit dan bumi, (semua itu) sungguh, merupakan
tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi orang-orang yang mengerti”.
Isi kandungan ayat diatas :
Dalam ayat ini Allah SWT menuntun manusia untuk
mau melihat, memperhatikan dan memeriksa segala yang ada dan terjadi di
sekitarnya dengan menyebutkan ciptan-ciptannya. Penciptaan langit dan bumi
sungguh syarat akan rahasia dan tanda-tanda kebesaran Alah SWT. Upaya manusia untuk mengetahui rahasia dan
tanda kebesaran Allah, telah pula mendorong mereka untuk semakin dekat
kepada-Nya. Memahami kecanggihan, kehebatan, dan keharmonisan jagat raya ini
telah membuat banyak ilmuwan semakin menyadari dan yakin bahwa sesungguhnya
semua yang ada di alam semesta ini sengaja direncanakan, dibuat, diatur dan
dipelihara oleh-Nya. [5]
5.
Surat fushilat : 53 :
سَنُرِيْهِمْ ءَايَاتِنَا
فِي الْأَفَاقِ وَفِى أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ الْحَقُّ.
أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَىْءٍ مُحِيْطٌ
Kami akan memperlihatkan kepada mereka
tanda-tanda (kekuasaan) Kami ke segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri,
sehingga jelaslah bagi mereka bahwa Al-Qur’an itu adalah benar. Dan apakah
tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala
sesuatu?
Dalam kitabnya -tafsir ibnu katsir-, Al Qurtubi
menyatakan bahwa ayat ini menjelaskan bahwasanya Allah telah memperlihatkan
seluruh kekuasaanNya di dalam Al Qur’an, dimana harus diyakini oleh hambanya
akan kebenarannya. Dalam seluruh kandungan di dalam Al Qur’an terdapat
kekuasaan-kekuasaan Allah swt.[6]
B.
Pendidikan
dalam Al-Qur’an dan Fungsi Pendidikan
Pendidikan
Islam
adalah; proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai Islam melalui penumbuhan dan
pengembangan potensi fitrahnya untuk mencapai keseimbangan dan kesempurnaan
hidup dalam segala aspeknya. Sehingga dapat dijabarkan pada enam pokok pikiran
hakekat pendidikan Islam yaitu: 1) Proses tranformasi dan internalisasi, yaitu
upaya pendidikan Islam harus dilakukan
secara berangsur-angsur, berjenjang dan Istiqomah, penanaman nilai/ilmu,
pengarahan, pengajaran dan pembimbingan dilakukan secara terencana, sistematis
dan terstuktur dengan menggunakan pola, pendekatan dan metode/sistem tertentu.
2) Kecintaan kepada Ilmu pengetahuan, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan pengahayatan, pengamalan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang bercirikhas Islam, dengan disandarkan kepada peran dia sebagai khalifah fil ardhi dengan pola hubungan dengan Allah (hablum min Allah), sesama manusia (hablum minannas) dan hubungan dengan alam sekitas (hablum min al-alam).
3) Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam praktek pendidikan harus mengandung nilai Insaniah dan Ilahiyah. Yaitu: a) nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah sebanyak 99 yang tertuang dalam “al Asmaul Husna” yakni nama-nama yang indah yang sebenarnya karakter idealitas manusia yang selanjutnya disebut fitrah, inilah yang harus dikembangkan. b) Nilai yang bersumber dari hukum-hukum Allah, yang selanjutnya di dialogkan pada nilai insaniah. Nilai ini merupakan nilai yang terpancar dari daya cipta, rasa dan karsa manusia yang tumbuh sesuai dengan kebutuhan manusia.
2) Kecintaan kepada Ilmu pengetahuan, yaitu upaya yang diarahkan pada pemberian dan pengahayatan, pengamalan ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan yang dimaksud adalah pengetahuan yang bercirikhas Islam, dengan disandarkan kepada peran dia sebagai khalifah fil ardhi dengan pola hubungan dengan Allah (hablum min Allah), sesama manusia (hablum minannas) dan hubungan dengan alam sekitas (hablum min al-alam).
3) Nilai-nilai Islam, maksudnya adalah nilai-nilai yang terkandung dalam praktek pendidikan harus mengandung nilai Insaniah dan Ilahiyah. Yaitu: a) nilai yang bersumber dari sifat-sifat Allah sebanyak 99 yang tertuang dalam “al Asmaul Husna” yakni nama-nama yang indah yang sebenarnya karakter idealitas manusia yang selanjutnya disebut fitrah, inilah yang harus dikembangkan. b) Nilai yang bersumber dari hukum-hukum Allah, yang selanjutnya di dialogkan pada nilai insaniah. Nilai ini merupakan nilai yang terpancar dari daya cipta, rasa dan karsa manusia yang tumbuh sesuai dengan kebutuhan manusia.
4) Pada diri peserta didik, maksudnya
pendidikan ini diberikan kepada peserta didik yang mempunyai potensi-potensi
rohani. Potensi ini memungkinkan manusia untuk dididik dan selanjutnya juga
bisa mendidik.
5) Melalui pertumbuhan dan pengembangan potensi
fitrahnya, tugas pokok pendidikan Islam adalah menumbuhkan, mengembangkan,
memelihara, dan menjaga potensi manusia, sehingga tercipta dan terbentuklah
kualitas generasi Islam yang cerdas, kreatif dan produktif.
6) Menciptakan keseimbangan dan kesempurnaan
hidup, dengan kata lain ‘insan kamil’ yaitu manusia yang mampu mengoptimalkan
potensinya dan mampu menyeimbangkan kebutuhan jasmani dan rohani, dunia dan
akhirat. Proses pendidikan yang telah dijalani menjadikan peserta didik bahagia
dan sejahtera, berpredikat khalifah fil ardhi.
Fungsi
pendidikan : peranan pendidikan dalam pengembangan kualitas
sumber daya insani secara mikro, sebagai proses belajar-mengajar, alih
pengetahuan (transfer of knowledge), alih metode (transfer of methodology), dan
alih nilai (transfer of value).
C.
Aktualisasi
Nilai-nilai Al-Qur’an dalam Sistem Pendidikan Islam
Dalam konteks
etika pendidikan dalam islam, maka sumber etika dan nilai-nilai yang paling
shahih adalah Al Qur’an dan Sunnah Nabi Muhammad SAW. Al Qur’an memberikan
wawasan dan motivasi kepada manusia dalam berbagai aspek termasuk dalam bidang
pendidikan. Tuntunan dan anjuran untuk mempelajari Al Qur’an dan menggali
kandungannya merupakan suatu hal yang mulia. Sesuai dengan perkembangan
masyarakat yang semakin dinamis sebagai akibat dari kemajuan ilmu, maka
aktualisasi nilai-nilai Al Qur’an menjadi sangat penting. Salah satu
aktualisasi nilai Al Qur’an adalah dengan cara pendidikan, khususnya pendidikan
islam. Karena tanpa aktualisasi Al Qur’an, umat islam akan menghadapi kendala
dalam upaya internalisasi nilai-nilai Qur’ani sebagai upaya pembentukan pribadi
umat yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, cerdas, maju, dan mandiri.
Secara
normatif, tujuan yang ingin dicapai dalam proses aktualisasi nilai-nilai Al
Qur’an dalam pendidikan meliputi tiga dimensi atau aspek kehidupan yang harus
dibina dan dikembangkan oleh pendidikan yakni:[7]
1.
Dimensi spiritual
2.
Dimensi budaya
3.
Dimensi kecerdasan
Penjelasan
:
a. Dimensi
spiritual Yakni : iman, takwa, dan akhlak yang mulia. Dimensi
ini ditekankan kepada akhlak. Akhlak merupakan alat kontrol psikis dan sosial
bagi individu dan masyarakat. Tanpa akhlak, manusia akan berada dengan kumpulan
hewan dan binatang yang tidak memiliki tata nilai dalam kehidupan. Pendidikan
akhlak dalam islam tersimpul dalam prinsip “berpegang teguh pada kebaikan dan
kebajiakan serta menjauhi keburukan dan kemungkaran” berhubungan erat dalam
upaya mewujudkan tujuan dasar pendidikan islam, yaitu ketakwaan, ketundukan,
dan beribadah kepada Allah SWT. Pada dimensi spiritual ini, menekankan
pentingnya akhlak dalam pendidikan karena akhlak merupakan suatu ciri dari
perbuatan manusia dalam kehidupan bermasyarakat, terbinanya akhlak yang baik
dapat menjadikan terbentuknya individu dan masyarakat dalam kumpulan suatu
masyarakat yang beradab. Rosululloh SAW menganjurkan kepada umatnya untuk
memperhatikan budi pekerti anak dengan baik, karena akhlak merupakan implikasi
dan cerminan dari kedalaman tauhid kepada Allah SWT.
b. Dimensi
budaya Yaitu : kepribadian yang mantap dan mandiri,
tanggungjawab kemasyarakatan dan kebangsaan. Dimensi ini menitikberatkan
pembentukan kepribadian muslim sebagai individu yang diarahkan kepada
peningkatan dan pengembangan faktor dasar dan faktor ajar (lingkungan) dengan
berpedoman pada nilai-nilai keislaman. Faktor dasar dikembangkan dan
ditingkatkan kemampuan melalui bimbingan dan kebiasaan berpikir, bersikap, dan
bertingkah laku menurut norma islam. Sedangkan faktor ajar dilakukan dengan
cara mempengaruhi individu melalui proses dan usaha membentuk kondisi yang
mencerminkan pola kehidupan yang sejalan dengan pola-pola kehidupan islam.
Dalam dimensi
budaya ini, menitikberatkan pembentukan kepribadian muslim yang tangguh melalui
pendidikan dalam proses internalisasi nilai-nilai Al Qur’an. Pembentukan
individu yang mandiri akan mempengaruhi pola kehidupan dalam pembentukan
masyarakat yang baik. Tanggung jawab kemasyarakatan dapat dilakukan dengan
kegiatan pembentukan hubungan sosial melalui upaya penerapan nilai-nilai
akhlak dalam pergaulan sosial, langkah-langkah pelaksanaanya mencakup : 1). Melatih diri untuk tidak melakukan
perbuatan keji dan tercela, 2). Mempererat hubungan kerjasama dengan cara
menghindarkan diri dari perbuatan yang dapat mengarah kepada rusaknya hubungan
sosial, 3). Menggalakkan perbuatan-perbuatan yang terpuji dan member manfaat
dalam kehidupan bermasyarakat, 4). Membina hubungan sesuai dengan tata tertib.
Cinta dan
tanggug jawab kebangsaan dan nasionalisme juga termasuk pembentukan nilai-nilai
islam dalam kehidupan berbangsa. Adapun upaya untuk membentuk nilai-nilai islam
dalam konteks ini antara lain adalah : 1). Kepala negara menerapkan prinsip
musyawarah, adil, jujur dan tanggung jawab, 2). Masyarakat muslim berkewajiban
mentaati peraturan, menghindari diri dari perbuatan yang bisa merugikan
keharmonisan hidup berbangsa.
c. Dimensi
kecerdasan Merupakan : dimensi yang dapat membawa kemajuan, yaitu
cerdas, kreatif, terampil, disiplin, dll. Dimensi kecerdasan dalam pandangan
psikologi merupakan suatu proses yang mencakup tiga proses yaitu analisis,
kreativitas, dan praktis. Tegasnya dimensi kecerdasan ini berimplikasi bagi
pemahaman nilai-nilai Al Qur’an dalam pendidikan.
Dalam
aktualisasi nilai-nilai Al Qur’an, yakni dengan menempatkan Al Qur’an sebagai
landasan dalam terciptanya suatu pendidikan islam, maka dalam usaha
mengaktualisasikan Al Qur’an, diperlukan suatu pemahaman, penghayatan, serta
pembelajaran supaya makna dan nilai-nilai Al Qur’an dapat terealisasikan dengan
maksimal. Sesungguhnya penerapan Al Qur’an dalam sistem pendidikan islam
merupakan langkah bagi terbentuknya individu yang berperan dalam kehidupan
masyarakat dalam membentuk masyarakat yang madani.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Fungsi
al-Qur’an adalah sebagai petunjuk (huda), penerang jalan hidup (bayyinat),
pembeda antara yang benar dan yang salah (furqon), penyembuh penyakit hati
(syifa’), nasihat atau petuah (mau’izah) dan sumber informasi (bayan).
Pendidikan
Islam
adalah; proses transformasi dan internalisasi ilmu pengetahuan dan nilai-nilai
Islam melalui penumbuhan dan pengembangan potensi fitrahnya untuk mencapai
keseimbangan dan kesempurnaan hidup dalam segala aspeknya.
Fungsi
pendidikan : peranan pendidikan dalam pengembangan kualitas
sumber daya insani secara mikro, sebagai proses belajar-mengajar, alih
pengetahuan (transfer of knowledge), alih metode (transfer of methodology), dan
alih nilai (transfer of value).
tujuan yang
ingin dicapai dalam proses aktualisasi nilai-nilai Al Qur’an dalam pendidikan
meliputi tiga dimensi atau aspek kehidupan yang harus dibina dan dikembangkan
oleh pendidikan yakni: 1. Dimensi spiritual 2). Dimensi budaya 3). Dimensi
kecerdasan
DAFTAR PUTAKA
Agil Said, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani
dalam Sistem Pendidikan Islam (Ciputat: PT.
Ciputat Press, 2005)
Bahreisy
H.Salim, Berdialog dengan Al-Qur’an (Bandung : mizan, 1996)
Bahreisy H.Salim, Terjemah Singkat Tafsir
Ibnu Katsir, (Surabaya: PT. Bina ILmu, 2003)
Hadhiri
Choiruddin, Kandungan Al-Qur’an (Jakarta : Gema Insani Press, 2005)
Kementrian
Agama dkk, Al-Qur’an dan Tafsirnya (Jakarta : Widya Cahaya, 2011)
Masyhur Kahar, Ayat-Ayat Al-Qur’an Tentang Ilmu
Pengetahuan Akhlak dan Iman (Radar Jaya : Kalam Mulia)
Maurice
Bucaille, Bible, Qur’an dan Sains Modern (Jakarta : Bulan Bintang, 1993)
[1]
H.Salim bahreisy, berdialog dengan Al-quran (Bandung : mizan, 1996) hal. 267.
[2]
Said Agil husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani dalam Sistem
Pendidikan Islam (Ciputat : PT. Ciputat Press, 2005) hal. 5.
[3] Ibid,
hal. 7.
[6]
Salim Bahreisy, Terjemah Tafsir Ibnu Katsir jilid 7 (Surabaya: PT. Bina Ilmu,
2003) Hal. 170.
[7]
Said Agil husin Al Munawar, Aktualisasi Nilai-nilai Qur’ani dalam Sistem
Pendidikan Islam (Ciputat : PT. Ciputat Press, 2005) hal. 8.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar